Dulu,
saya pernah menulis artikel tentang “show don’t tell”, bisa dibaca di sini.
Ternyata,
banyak teman yang kebablasan mempraktikkannya.
Bablas
bagaimana? Jadi, teman-teman ini cenderung berlebihan dalam menggunakan teknik “showing”
untuk penulisan cerita mereka. Hasilnya? Tentu saja kurang bagus, terkesan
(sangat) bertele-tele dan lambat. Akhirnya, pembaca menjadi bosan.
Oleh karena
itu, artikel ini saya tulis untuk melengkapi artikel tersebut.
![]() |
Showing ( |
Menyeimbangkan teknik penulisan “Show Don’t Tell”
Bagaimana
agar cara bertutur kita bisa seimbang antara “telling” dan “showing”?
Ada 4
tips dasar:
1. Teknik “telling” untuk eksposisi
Eksposisi berarti uraian atau paparan
cerita. Dalam sastra, ini biasanya digunakan untuk menerangkan tokoh, latar,
atau masa lalu tokoh yang diceritakan sekilas. Teknik “telling” bisa digunakan
di sini.
Contoh:
Ayahnya meninggal dua puluh tahun yang
lalu. Saat itu dia masih berusia empat tahun, ayahnya pergi bersama pasukan
untuk berperang. Perang berlangsung selama empat bulan, tetapi ayahnya tidak
pernah kembali.
2. Teknik “telling” untuk mempercepat pace cerita
Teknik “telling” juga bisa digunakan untuk
mengatur pace atau kecepatan cerita. Ini
biasanya digunakan untuk mencegah pembaca merasa bosan karena jika dijabarkan
per adegan akan menjadi sangat lama. Penggunaan teknik “telling” di sini juga
berfungsi mencegah plot dari tidak bergerak, sebab jika menceritakan
kegiatan-kegiatan tokoh secara detail di bagian ini akan membuat plot
seolah-olah tidak bergerak.
Contoh:
Mereka melanjutkan perjalanan ke selatan. Butuh
waktu empat hari untuk sampai di perbatasan, dan dua hari lagi untuk sampai di
rumah sang guru.
3. Mencampurkan antara “telling” dan “showing” untuk menciptakan efek gelombang
Siapa bilang teknik “telling” dan “showing”
tidak boleh digunakan bersamaan? Justru boleh banget.
Contoh:
Dia marah. Sangat marah. Rahangnya mengeras,
matanya merah dan menatap tajam, bibirnya mengatup rapat. Dengan tangan mengepal,
dia mendekati gadis itu dan berhenti tepat di hadapan si gadis.
“Jangan berani-berani,” desisnya kasar, “bicara
tentang ayahku.”
Bagian “dia marah” dan “sangat marah”
menggunakan “telling”, sedangkan kalimat-kalimat selanjutnya menggunakan “showing”.
Kedua teknik penceritaan ini digunakan dalam satu waktu untuk menciptakan efek
gelombang.
4. Memangkas kata-kata “filler” agar tidak terkesan bertele-tele dalam “showing”
Secara harfiah, “filler” berarti isian. Maksudnya
di sini adalah kata-kata yang jika dihapus pun tidak akan mengubah makna
kalimat secara keseluruhan. Di sini kita bisa menghapus saja kata-kata “filler”
tersebut dan membiarkan kalimatnya seperti apa adanya, atau bisa juga dengan
mengubah susunan kalimat.
Contoh jika hanya menghapus “filler”:
Gadis (yang) berbaju kuning itu (adalah)
adikku.
Aku (merasa) sedih (karena) mendengar
ceritanya.
Contoh jika mengubah kalimat:
A: Dia duduk di tempat duduk yang ada di
sampingnya.
B: Dia menduduki kursi di sampingnya.
Itulah
4 tips dasar agar menulis “show don’t tell” bisa seimbang, tidak berlebihan “showing”
sehingga membuat cerita terkesan bertele-tele, tidak pula berlebihan “telling”
sehingga terasa seperti membaca laporan berita. Meski demikian, hasil akhirnya
tergantung praktik masing-masing penulis.
Baiklah,
sampai di sini dulu, ya. Jika kamu memiliki masukan atau pertanyaan, jangan
ragu untuk menyampaikan di kolom komentar. Terima kasih sudah mampir, semoga
bermanfaat!
PS:
Barangkali
kalian suka membaca cerita fantasi remaja, boleh mampir ke tulisan terbaru saya
yang berjudul The Mirror di NovelToon. Di sana, saya juga mempraktikkan 4 tips
dasar di atas, lho. Baca, ya! Lalu, bagikan pendapat kalian. 😇
شركة تنظيف بتبوك
ReplyDeleteشركة نقل عفش بتبوك
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletethank's kak
ReplyDeleteTerima kasih kembali. ^^
DeleteAssalamualaikum, kak nomor 4 aku gak ngerti 😌
ReplyDeleteWaalaikum salam, maaf baru balas.
DeleteNomor 4 maksudnya contoh pertama itu dihapus bagian yang dalam kurung.
Nanti coba saya perbaiki penyampaiannya di artikel, ya. 😄